Tanggung jawab, Kebersamaan, dan Balas budi

09.08 SKI16 0 Comments

Kalau boleh menilai dengan adil, kuliah itu sama saja dengan fase-fase kehidupan yang lain. Terkadang membuatmu tertawa. Tak jarang menangis. Ada hari yang menyenangkan, ada yang sebaliknya.  Kuliah adalah fase dimana seorang remaja tanggung berbenturan dengan berbagai hal. Orangtua boleh mengajarkan cara bersih-bersih rumah dan mengingatkan untuk mengerjakan tugas sekolah, namun sang anak harus menemukan sendiri arti ‘tanggung jawab’. Masyarakat boleh membentuk seperangkat norma aturan, namun anggotanya harus menemukan sendiri arti ‘kebersamaan’. Teman boleh menyediakan kenyamanan dan pertolongan, namun individu harus menemukan sendiri arti ‘balas budi’.

Setidaknya, pada semester awal kuliah, dibandingkan sistem pendidikan, saya lebih sibuk menganalisa ketiga hal tersebut : (1) Tanggung jawab, (2) Kebersamaan, dan (3) Balas budi.


Tanggung Jawab

Memasuki gerbang kedewasaan, macam-macam yang harus diurus.
Ingat saat dulu kamu sakit, siapa yang repot menghubungi faskes terdekat? Orangtua.
Ingat saat dulu kamu hendak berangkat ujian, siapa yang khusyuk berdoa? Orangtua.
Atau saat terlibat perkelahian dengan orang lain, dengan siapa kamu mengadu? Orangtua.
Menjadi seorang mahasiswi perantauan, membuat saya tersadar dari segala kemewahan tersebut. Hal-hal remeh seperti mengunci pintu kamar sebelum berpergian sampai memutuskan jadwal perkuliahan, harus dilakukan sendiri.


“Enak ya anak kuliahan, kelihatannya bebas”

He he he, saya terkekeh. Biar saya sok filosofis disini, kebebasan itu bukanlah keadaan tanpa beban. Justru kebebasan itu terlahir bersama tanggung jawab.
Jadi kalau kamu lihat mahasiswa ketawa-ketiwi nongkrong bareng geng-nya di mall, mungkin ia sudah menyelesaikan makalahnya, atau baru akan mengerjakannya nanti. 
Kalau kamu lihat mahasiswa dengan setelan gaul dan trendy, mungkin dia sudah puasa mutih selama sebulan.


Tanggung jawab tidak terbatas pada diri sendiri. Kamu merusak barang orang lain, ambil keberanian meminta maaf dan berniat sungguh-sungguh untuk menggantinya. Tempatmu biasa mengadu jauh di seberang pulau sana, selesaikan masalahmu dengan tegar dan dada lapang. Tanggung jawab berarti tahu kapan kamu harus meminta bantuan dan kapan kamu harus berdiri sendiri. Kalau kamu dikit-dikit kabur dari masalah, kurang ajar namanya. Kalau kamu bersikukuh menolak bantuan orang lain meskipun sudah babak belur, keras kepala namanya.


Kebersamaan

Aristoteles menyebut manusia sebagai zoon politikon. Mau sehebat apapun kita, mustahil melakukan segala-segalanya tanpa bantuan orang lain. Memangnya kamu Tuhan? Kamu lulus cum laude, denga jumawa mengatakan bahwa setiap hari kamu belajar sampai rambut rontok satu demi satu. Kamu lupa, yang memberi penilaian adalah dosen. Kamu lupa, yang membantumu mencarikan referensi adalah teman.


Untuk mencapai kebersamaan, diperlukan pengorbanan. Waktu istirahatmu berkurang karena harus menemani ibu kos semalaman di rumah sakit. Waktu mainmu berkurang karena harus ikut rapat jurusan. 

Cukup misuh-misuhnya.

Mungkin kamu mengidentifikasi diri sebagai orang yang mandiri dan berkehidupan bebas, tapi apa benar? Bisa saja sebenarnya kamu egois tapi ga sadar. Atau kamu sudah merasa bak malaikat penolong, meskipun sebenarnya kamu haus sanjungan.


Yep, untuk mencapai kebersamaan diperlukan pengorbanan. Agar diterima dalam pergaulan masyarakat, diperlukan pengorbanan. Tapi ingat! Kamu tidak boleh menyerahkan segala-galanya(?) untuk memuaskan orang lain. Sebenarnya sebaik apapun dirimu, pasti ada saja yang tidak suka. Bertindaklah selayaknya manusia yang beradab. Menyapa dan menjawab saat disapa, menolong dan mau ditolong. Gunakan sikap yang santun saat menerima maupun menolak. Tidak mengapa ada satu atau dua orang yang tidak menyukaimu. Tetaplah menebar kebaikan. Namun jika sampai satu kelurahan tidak menyukaimu, mulailah berbenah. Mengikis sifat-sifat buruk dalam diri termasuk pengorbanan, loh.


Balas budi

Sebenarnya balas budi ini hasil mix antara tanggung jawab dan kebersamaan. Balas budi juga merupakan sifat alami manusia. Jadi orang yang ga tahu balas budi belum bisa dikatakan manusia (kesimpulan macam apa ini).


Sebagai contoh, kamu pasti dekat dengan orang yang baik denganmu. Atau si C yang dulu pernah menolongmu sekarang meminta bantuanmu, otomatis kamu merasa ada semacam keharusan untuk membantunya. Jika kamu tolak, kamu sendiri nantinya yang akan merasa ga enak.


Balas budi mencerminkan kualitasmu sebagai individu yang bertanggung jawab dan anggota masyarakat yang baik. Prinsip take and give ini merupakan dasar dari hubungan antar manusia. Bahkan di level marketing. Tetanggamu yang tukang bakso mengantarkan semangkuk bakso gratis ke kosanmu. Mungkin bagi tukang bakso, ini hanyalah siasat supaya simpatimu timbul. Aha, dan apa yang terjadi? Tukang bakso benar. Keesokannya kamu membeli bakso dengan harga normal karena merasa berterima kasih. Terlepas dari enak atau tidaknya bakso tersebut.


Cara balas budi itu bervariasi. Mulai dari mengucapkan terima kasih, sampai kamu membantunya mendirikan sebuah negara (cuz why not?). Namun, jangan sampai balas budi malah berbalik memakan diri sendiri. Karena si X sudah mentraktirmu makan, kamu membelanya meskipun salah. Bujug buneng, itu namanya menjerumuskan, bukan balas budi.

(Tulisan, bukan, kicauan ini saya persembahkan kepada teman-teman Mahasiswa yang masih gamang menetukan tempatnya ; Apakah sebagai diri pribadi atau anggota masyarakat? Saya jawab, keduanya. Apakah sebagai manusia merdeka yang menentukan pilihan sendiri atau tunduk pada etika pergaulan sesama? Saya jawab, keduanya pula).

-Icha-

0 komentar: