Tanggung jawab, Kebersamaan, dan Balas budi
Kalau boleh
menilai dengan adil, kuliah itu sama saja dengan fase-fase kehidupan yang lain.
Terkadang membuatmu tertawa. Tak jarang menangis. Ada hari yang menyenangkan,
ada yang sebaliknya. Kuliah adalah fase
dimana seorang remaja tanggung berbenturan dengan berbagai hal. Orangtua boleh
mengajarkan cara bersih-bersih rumah dan mengingatkan untuk mengerjakan tugas
sekolah, namun sang anak harus menemukan sendiri arti ‘tanggung jawab’.
Masyarakat boleh membentuk seperangkat norma aturan, namun anggotanya harus
menemukan sendiri arti ‘kebersamaan’. Teman boleh menyediakan kenyamanan dan
pertolongan, namun individu harus menemukan sendiri arti ‘balas budi’.
Setidaknya,
pada semester awal kuliah, dibandingkan sistem pendidikan, saya lebih sibuk
menganalisa ketiga hal tersebut : (1) Tanggung jawab, (2) Kebersamaan, dan (3)
Balas budi.
Tanggung
Jawab
Memasuki gerbang kedewasaan, macam-macam yang harus diurus.
Ingat saat dulu kamu sakit, siapa yang repot menghubungi faskes terdekat?
Orangtua.
Ingat saat dulu kamu hendak berangkat ujian, siapa yang khusyuk berdoa?
Orangtua.
Atau saat terlibat perkelahian dengan orang lain, dengan siapa kamu mengadu?
Orangtua.
Menjadi seorang mahasiswi perantauan, membuat saya tersadar dari segala kemewahan
tersebut. Hal-hal remeh seperti mengunci pintu kamar sebelum berpergian sampai
memutuskan jadwal perkuliahan, harus dilakukan sendiri.
“Enak ya
anak kuliahan, kelihatannya bebas”
He he he, saya terkekeh. Biar saya sok filosofis disini, kebebasan itu bukanlah
keadaan tanpa beban. Justru kebebasan itu terlahir bersama tanggung jawab.
Jadi kalau kamu lihat mahasiswa ketawa-ketiwi nongkrong bareng geng-nya di
mall, mungkin ia sudah menyelesaikan makalahnya, atau baru akan mengerjakannya
nanti.
Kalau kamu lihat mahasiswa dengan setelan gaul dan trendy, mungkin dia sudah
puasa mutih selama sebulan.
Tanggung
jawab tidak terbatas pada diri sendiri. Kamu merusak barang orang lain, ambil
keberanian meminta maaf dan berniat sungguh-sungguh untuk menggantinya.
Tempatmu biasa mengadu jauh di seberang pulau sana, selesaikan masalahmu dengan
tegar dan dada lapang. Tanggung jawab berarti tahu kapan kamu harus meminta
bantuan dan kapan kamu harus berdiri sendiri. Kalau kamu dikit-dikit kabur dari
masalah, kurang ajar namanya. Kalau kamu bersikukuh menolak bantuan orang lain
meskipun sudah babak belur, keras kepala namanya.
Kebersamaan
Aristoteles menyebut manusia sebagai zoon politikon. Mau sehebat apapun kita,
mustahil melakukan segala-segalanya tanpa bantuan orang lain. Memangnya kamu
Tuhan? Kamu lulus cum laude, denga jumawa mengatakan bahwa setiap hari kamu
belajar sampai rambut rontok satu demi satu. Kamu lupa, yang memberi penilaian
adalah dosen. Kamu lupa, yang membantumu mencarikan referensi adalah teman.
Untuk
mencapai kebersamaan, diperlukan pengorbanan. Waktu istirahatmu berkurang
karena harus menemani ibu kos semalaman di rumah sakit. Waktu mainmu berkurang
karena harus ikut rapat jurusan.
Mungkin kamu mengidentifikasi diri sebagai orang yang mandiri dan berkehidupan
bebas, tapi apa benar? Bisa saja sebenarnya kamu egois tapi ga sadar. Atau kamu
sudah merasa bak malaikat penolong, meskipun sebenarnya kamu haus sanjungan.
Yep, untuk
mencapai kebersamaan diperlukan pengorbanan. Agar diterima dalam pergaulan
masyarakat, diperlukan pengorbanan. Tapi ingat! Kamu tidak boleh menyerahkan
segala-galanya(?) untuk memuaskan orang lain. Sebenarnya sebaik apapun dirimu,
pasti ada saja yang tidak suka. Bertindaklah selayaknya manusia yang beradab.
Menyapa dan menjawab saat disapa, menolong dan mau ditolong. Gunakan sikap yang
santun saat menerima maupun menolak. Tidak mengapa ada satu atau dua orang yang
tidak menyukaimu. Tetaplah menebar kebaikan. Namun jika sampai satu kelurahan
tidak menyukaimu, mulailah berbenah. Mengikis sifat-sifat buruk dalam diri
termasuk pengorbanan, loh.
Balas budi
Sebenarnya balas budi ini hasil mix antara tanggung jawab dan kebersamaan.
Balas budi juga merupakan sifat alami manusia. Jadi orang yang ga tahu balas
budi belum bisa dikatakan manusia (kesimpulan macam apa ini).
Sebagai contoh, kamu pasti dekat dengan orang yang baik denganmu. Atau si C yang
dulu pernah menolongmu sekarang meminta bantuanmu, otomatis kamu merasa ada
semacam keharusan untuk membantunya. Jika kamu tolak, kamu sendiri nantinya
yang akan merasa ga enak.
Balas budi
mencerminkan kualitasmu sebagai individu yang bertanggung jawab dan anggota
masyarakat yang baik. Prinsip take and give ini merupakan dasar dari
hubungan antar manusia. Bahkan di level marketing. Tetanggamu yang tukang bakso
mengantarkan semangkuk bakso gratis ke kosanmu. Mungkin bagi tukang bakso, ini hanyalah siasat supaya simpatimu timbul. Aha,
dan apa yang terjadi? Tukang bakso benar. Keesokannya kamu membeli bakso dengan
harga normal karena merasa berterima kasih. Terlepas dari enak atau tidaknya
bakso tersebut.
Cara balas
budi itu bervariasi. Mulai dari mengucapkan terima kasih, sampai kamu membantunya
mendirikan sebuah negara (cuz why not?). Namun, jangan sampai balas budi malah
berbalik memakan diri sendiri. Karena si X sudah mentraktirmu makan, kamu
membelanya meskipun salah. Bujug buneng, itu namanya menjerumuskan,
bukan balas budi.
(Tulisan, bukan, kicauan ini saya persembahkan kepada teman-teman Mahasiswa yang masih gamang menetukan tempatnya ; Apakah sebagai diri pribadi atau anggota masyarakat? Saya jawab, keduanya. Apakah sebagai manusia merdeka yang menentukan pilihan sendiri atau tunduk pada etika pergaulan sesama? Saya jawab, keduanya pula).
-Icha-
-Icha-
0 komentar: